Bank dan lembaga keuangan
Makalah
Bank dan Lembaga Keuangan
Manajemen Bank Syari’ah
Disusun
oleh :
1. M.
Mizanul Ihsan 130211100077
2. Widya
Mayorita 130211100079
3. Dwiagisa
Nuh K. 130211100080
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
TRUNOJOYO MADURA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur
penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala, karena berkat
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Manajemen Bank Syari’ah”. Makalah ini
diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Bank dan Lembaga Keuangan.
Kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga
makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Bangkalan, 05
Maret 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ................................................................................................. i
DAFTAR
ISI
................................................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ................................................................................................
B. Rumusan
Masalah ...........................................................................................
C. Tujuan
..............................................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Bank Syari’ah ................................................................................
B. Ciri-ciri
Bank Syari’ah ....................................................................................
C. Produk
Bank Syari’ah .....................................................................................
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
......................................................................................................
B. Saran
dan Masukan .........................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA ..................................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Keberadaan bank Syariah dalam sistem
perbankan Indonesia sebenarnya telah dikembangkan sejak tahun 1992 sejalan
dengan diberlakukannya Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan.
Namun demikian UU No.7/1992 belum memberikan landasan yang cukup kuat terhadap
pengembangan bank Syariah karena belum secara tegas mencantumkan kata Prinsip
Syariah dalam kegiatan usaha bank. Selain pengertian bank bagi hasil yang
dimaksud dalam UU tersebut belum mencakup secara tetap pengertian bank Syariah
atau bank islam yang memiliki cakupan yang lebih luas dari bagi hasil, demikian
pula dengan ketentuan operasional. Namun dengan adanya perubahan UU perbankan
dari No.7/1992 menjadi Undang undang perbankan No.,10 tahun 1998 maka
landasan hukum bank Syariah telah jelas dan kuat baik dari segi kelembagannya
maupun landasan operasionalnya.
Mengapa bank
Syariah perlu dikembangkan di Indonesia ?
Sebagaimana diketahui dari berbagai
pendapat para ahli maupun masyarakat , dewasa ini banyak pihak yang memiliki
keyakinan bahwa produk dan jasa perbankan Syariah lebih sesuai dengan
prinsip-prinsip yang diajarkan dalam al-Quran dan Hadist. Saat ini masih banyak
ditemui adanya golongan masyarakat yang belum memiliki bank, karena enggan
bertransasksi dengan perbankan konvensional yang sebagian besar kegiatan
usahanya didasarkan pada prinsip bunga sehingga yang dinilai tidak sejalan
dengan prinsip Syariah.
Disamping itu, bank Syariah dengan karakteristik
antara lain:
1.
Peniadaan pembebanan bunga yang berkesinambungan.
2.
Membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif, dan
3.
Prinsip bahwa pembiayaan ditujukan kepada usaha-usaha yang halal sesuai dengan
prinsip Syariah.
Karasteristik inilah merupakan
keunggulan komparatif yang ditawarkan oleh sistem prinsip Syariah dalam sitem
perbankan nasional. Selain itu sistem perbankan Syariah yang menerapkan pola
pembiayaan usaha dengan prisnsip bagi hasil sebagai salah satu pokok dalam
kegiatan perbankan Syariah juga akan menumbuhkan rasa tanggung jawab pada
masing-masing pihak, baik bank maupun nasabahnya, sehingga dalam menjalankan
kegiatannya semua pihak pada hakekatnya akan memperhatikan prinsip
kehati-hatian dan akan memperkecil kemungkinan resiko terjadinya
kegagalan usaha.
Pengembangan Perbankan Syariah di
Indonesia
Sektor perbankan memiliki posisi strategis sebagai lembaga intermediasi yang
menunjang perekonomian nasional. Oleh karena itu peranan perbankan nasional
termasuk perbankan Syariah perlu ditingkatkan lagi fungsinya dalam menghimpun
dan menyalurkan dana masyarakat, serta penyediaan pelayanan jasa perbankan
lainnya.
Sejalan dengan upaya
restrukturisasi perbankan yang sedang dilaksanakan dewasa ini untuk
membangun kembali sistem perbankan yang sehat dalam rangka mendukung program
pemulihan ekonom nasional , maka salah satu upaya yang dilakukan untuk
mengoptimalkan fungsi sistem perbankan adalah pengembangan sistem perbankan
Syariah.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Untuk mengetahui dan memahami manajemen bank syari’ah
2.
Untuk memahami apa saja ciri-ciri pada bank syari’ah
3.
Untuk memahami berbagai produk bank syari’ah
C. TUJUAN
Tujuan
pengembangan sistem perbankan Syariah adalah terutama untuk memenuhi:
1.
Kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak
dapat menerima konsep bunga. Dengan diterapkannya sistem perbankan Syariah yang
berdampingan dengan sistem perbankan konvensional, mobilisasi dana masyarakat
dapat dilakukan secara lebih luas terutama dari segmen yang selama ini belum
dapat tersentuh oleh sistem perbankan konvensional.
2.
Peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan
prisnsip kemitraan. Dalam prinsip ini konsep yang diterapkan adalah hubungan
kerjasama investasi yang harmonis (mutual investor relationship). Sementara
dalam bank konvensional. Konsep yang diterapkan adalah hubungan debitur dan
kreditur yang dapat menjadi antagonis (debitor to creditor relationship).
3.
Kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki
beberapa keunggulan komparatif berupa peniadaan pembebanan bunga yang
berkesinambungan (perpectual interest effect), membatasi kegiatan spekulasi
yang tidak produktif (Unprodictive speculation), pembiayaan ditujukan kepada
usaha-usaha yang lebih memperhatikan unsur moral.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penegertian Bank Syari’ah
Sebagaimana kita ketahui bahwa bank
Syariah di Indonesia mengacu pada UU perbankan No.10 tahun 1998 dimana dalam
Pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa Bank Umum adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip Syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, demikian juga
pasal 1 ayat 4 disebutkan bahwa Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Jadi Bank Syariah adalah Bank yang dalam aturan perjanjian dan
operasionalnya berdasarkan hukum islam ( al-Quran dan Hadist ) dimana antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha,
atau kegiatan lainnya dinyatakan sesuai dengan prinsip syariah, antara lain
pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan
prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan
memperoleh keuntungan (murabahah),atau pembiayaan barang modal berdasarkan
prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan
pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain
(ijarah wa isqtina)
B. Ciri-ciri Bank Syari’ah
Bank Syariah mempunyai ciri-ciri
berbeda dengan bank konvensional. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut :
1. Beban biaya yang disepakati bersama pada
waktu aqad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal, yang besarnya
tidak kaku dan dapat dilakukan dengan kebebasan untuk tawar menawar dalam batas
wajar. Biaya hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai dengan kesepakatan
kontrak.
2. Penggunaan persentase dalam hal kewajiban
untuk melakukan pembayaran selalu dihindari, karena persentase bersifat melekat
pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir.
3. Didalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek,
bank syariah tidak menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti
yang ditetapkan dimuka, karena pada hakekatnya yang mengetahui tentang untung
ruginya suatu proyek yang dibiayai bank hanya Allah semata.
4. Pengerahan dana masyarakat dalam bentuk
deposito tabungan oleh penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadiah) sedangkan
bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana
pada proyek-proyek yang dibiyai bank yang beroperasi sesuai prinsip syariah
sehingga pada penyimpan tridak dijanjikan imbalan pasti.
5. Dewan Pengawas Syariah (DPS) bertugas untuk
mengawasi operasional bank dari sudut syariahnya. Selain itu manajer dan
pimpinan bank islam harus menguasai dasar-dasar muamalah Islam.
6. Fungsi kelembagaan bank syariah selain
menjembatani antara pemilik modal dengan yang membutuhkan dana, juga mempunyai
khusus yaitu fungsi amanah, artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab
atas keamanan dana yang disimpan dan siap sewaktu-waktu apabila dana diambil
pemiliknya.
C. Produk Bank Syari’ah
Bank syariah memiliki peran sebagai
lembaga peratara (intermediary) antara unit- unit ekonomi yang mengalami
kelebihan dana (surplus unit) dengan unit-unit yang lain yang mengalami
kekurangan dana (defisit unit). Melalui bank kelebihan tersebut dapat
disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada
kedua belah pihak. Kualitas bank syariah sebagai lembaga perantara ditentukan
oleh kemampuan manajemen bank untuk melaksanakan perannya.
Dalam bank syariah hubungan antara
bank dengan nasabah merupakan hubungan kemitraan (partnership), oleh
karena itu tingkat laba bank syariah tidak saja berpengaruh terhadap tingkat
bagi hasil untuk para pemegang saham tetapi juga berpengaruh terhadap bagi
hasil yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana.
Adapun piranti syariah yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan bank syariah dapat dibagi menjadi tiga
produk, yaitu:
I.
Produk penghimpunan dana (funding).
II.
Produk penyaluran dana (financing).
III.
Produk jasa (services).
I.
SUMBER DANA (Penghimpunan Dana) Bank Syariah
Sumber dana bank syariah terdiri
dari empat jenis yaitu Modal, Titipan, Investasi, dan Investasi khusus. Sumber
dana bank syariah adalah sbb:
1.
AL-WADI’AH (Simpanan)
Al-Wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari
suatu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga
dan dikembalikan kapan saja si penitip kehendaki. Dalam teknis
perbankan, prinsip Wadi’ah yang diterapkan
adalah Wadi’ah yad Adh-dhamanah yang diterapkan pada produk
rekening giro. Dalam implikasi hukumnya yaitu nasabah bertindak sebagai
yang meminjamkan uang, dan bank bertindak sebagai yang dipinjami.
Contoh
rekening giro wadiah :
tn. Seron sidik memiliki rekening giro wadiah di bank
syariah pangkal pinang dengan saldo rata-rata pada bulan mei 2003 adalah Rp
1.000.000,-. Bonus yang di berikan bank syariah pangkal pinang kepada nasabah
adalah 30% dengan saldo rata-rata minimal Rp 500.000,-. Diasumsikan total dana
giro wadiah di bank syariah pangkal pinang Rp 1.000.000.000,-. Pendapatan bank
syariah pangkal pinang dari penggunaan giro wadiah adalah Rp 100.000.000,-.
Pertanyaan :
Berapa bonus yang diterima oleh Tn. Seron sidik pada
akhir bulan mei 2003.
Jawab :
Bonus yang diterima = Rp 1.000.000,- / Rp
1.000.000.000,- x Rp 100.000.000,- x 30% = Rp 30.000,- (sebelum dipotong pajak)
Contoh perhitungan keuntungan
tabungan mudharabah :
tn. Amri arup memiliki
tabungan di bank syariah tanjung pandan. Pada bulan juni 2003saldo rata-rata
tn. Armi arup adalah sebesar Rp 1.000.000,-.perbandinan bagi hasil (nisbah)
antara bank syariah tanjung pandan dengan deposan adalah 40:60. Saldo rata-rata
tabungan perbulan di seluruh bank syariah tanjung pandan adalah Rp
5.000.000.000,-.kemudian pendapatan bank syariah tanjung pandan yang
dibagihasilkan adalah Rp 800.000.000,-.
Pertanyaan :
Berapa keuntungan tn. Armi
arup pada bulan yang bersangkutan.
Jawab :
Keuntungan tn. Armi arup =
Rp 1.000.000,- / Rp 5.000.000.000,- x Rp 800.000.000,- x 60% = Rp 96.000,- ( sebelum
di potong pajak )
Contoh perhitungan
keuntungan deposito mudharabah :
tn. Adam syah irawan
memiliki deposito sebesar Rp 100.000.000,-untuk jangka waktu 1 bulan di bank
syariah sungailiat. Bagi hasil (nisbah) antara bank sungailiat dengan nasabah
adalah 45:55. Saldo rata-rata deposito per bulan di bank syariah sungailiah adalah Rp 8.000.000.000,- kemudian
pendapatan yang dibagihasilkandi bank syariah sungaliat adalah Rp
500.000.000,-.
Pertanyaan :
Berapa ke untungan tn. Adam
syah irawan dari nisbah yang ditetapkan :
Jawab :
Keuntungan nasabah = Rp
100.000.000,- / Rp 8.000.000.000,- x Rp 500.000.000,- x 55% = Rp 3.437.500,-
(sebelum di potong pajak)
2.
INVESTASI
A. Al-Mudharabah
Dalam
mengaplikasikan mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul
maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana
tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah atau
ijarah . Hasil usaha ini dapat dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang telah
disepakati. Bila bank menggunakannya untuk melakukan pembiayaan mudharabah,
maka bank bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi.
B. Al-Mudharabah
Mutlaqah
Penerapan mudaharabah
mutalaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua
jenis himpunan dana yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana
yang dihimpun.
3.
INVESTASI KHUSUS
A. Al-Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet
Jenis
mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restriced investment) dimana
pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh
bank. Misalnya disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan
digunakan dengan akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah
tertentu.
B.
Al-Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet
Jenis
mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana
usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara (arrenger) yang
mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat
menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari
kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya.
II. PENYALURAN DANA
Bank Syariah
Penyaluran dana bank syariah terdiri dari jual beli,
sewa, bagi hasil,serta akad pelengkap pinjaman dengan penjelasan sbb:
Dalam penyaluran dana pada nasabah, secara garis besar
produk pembiayaan syariah terbagi kedalam tiga kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu:
a.
Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki
barang dilakukan dengan prinsip
jual-beli.
b.
Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan
jasa dilakukan dengan Prinsip sewa
c.
Transaksi pembiayaan untuk usaha kerja sama yang
ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa dengan prinsip bagi hasil.
1.
Prinsip Jual Beli
Prinsip jual beli dilaksanakan
sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang. Tingkat keuntungan bank
ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu
penyerahan barang. Ada tiga jenis jual beli yang dijadikan dasar dalam
pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah yaitu:
bai’al-murabahah, bai’ assalam, dan bai’al-istishna
a.
Bai Al-Murabahah.
Murabah adalah jual
beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara
pihak bank dan nasabah. Pada murabahah, penjual menyebutkan harga
pembelian barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan laba dalam jumlah
tertentu. Pada perjanjian murabahah, Bank membiayai pembelian barang yang
dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok, dan menjualnya
kepada nasabah dengan harga yang ditambah keuntungan. Dengan kata lain,
penjualan barang kepada nasabah dilakukan atas dasar cost-plus profit.
b.
Bai’ As-Salam
Disebut
“salam” karena pemesan barang menyerahkan uangnya di tempat akad. Disebut
“salaf” karena pemesan barang menyerahkan uangnya terlebih dahulu. Definisi
salam ialah akad pesanan barang yang disebutkan sifat-sifatnya, yang dalam
majelis itu pemesan barang menyerahkan uang seharga barang pesanan yang barang
pesanan tersebut menjadi tanggungan penerima pesanan.
c.
Bai’ Al-Istishna
Bai’ al-Istishna merupakan suatu jenis khusus dari
Bai’ as-Salam. Biasanya jenis ini dipergunakan dibidang manufaktur. Dengan
demikian, ketentuan Istishna mengikuti ketentuan dan aturan akad Bai’ as-Salam.
Produk Istishna menyerupai produk salam, namun dalam Istishna pembayarannya
dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran.
2.
Prinsip Sewa
Al-Ijarah berasal dari kata alajru
yang berarti al ‘iwadhu (ganti). Ijarah adalah akad pemindahan
hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Ijarah berarti lease
contract dan juga hire contract. Dalam konteks perbankan syariah Ijarah
adalah lease contract dimana suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan
peralatan (equipment) kepada salah satu nasabahnya berdasarkan
pembebanan biaya yang sudah dilakukan secara pasti sebelumnya (fixed charge).
3.
Prinsip Bagi Hasil
Produk pembiayaan bank syariah
didasarkan atas prinsip bagi hasil terdiri dari al-musyarakah dan al-mudarabah.
a.
Al-Musyarakah
Istilah lain
dari Al-Musyarakah adalah sharikah atau syirkah. Musyarakah
adalah kerja sama antara kedua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dan risiko
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Musyarakah ada dua
jenis, yaitu Musyarakah pemilikandan Musyarakah akad.
Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat atau kondisi lainnya
yang berakibat pemilikan satu aset atau dua aset atau lebih sedangkan usaha
akad tercipta dengan kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap
orang dari mereka memberikan modal Musyarakah dan berbagi keuntungan dan
kerugian.
b.
Al-Mudarabah
Secara teknis Mudarabah adalah akad kerja sama
usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan
seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha
secara Mudarabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian
itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan
karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
4.
Aqad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan biasanya
diperlukan juga aqad pelengkap. Aqad ini tidak ditujukan untuk mencari
keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Dalam
aqad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang
dikeluarkan untk mengganti aqad ini dan besarnya pengganti biaya ini sekedar
untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul. Jadi aqad pelengkap ini dapat
juga dikatakan aqad pelayanan jasa perbankan.
Aqad ini diopersionalkan dengan pola sbb:
a.
Al-Hiwalah (Alih Utang-Piutang)
Dalam
praktek perbankan fasilitas hiwalah lazimnya digunakan untuk membantu suplier
mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti
biaya atas jasa pemindahan piutang.
b.
Gadai (Ar-Rahn)
Gadai ini untuk memberikan jaminan pembayaran kembali
kepada bank dalam memberikan pembiayaan.Barang yang digadaikan wajib memenuhi
kriteria sbb:
·
Milik nasabah sendiri
·
Jelas ukuran, sifat dan nilainya ditentukan
berdasarkan nilai riil pasar
·
Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh
bank
c.
Al-Qardh (Pinjaman Kebaikan)
Al-Qardh digunakan untuk membantu keuangan nasabah
secara cepat dan berjangka pendek. Produk ini digunakan untuk membantu usaha
kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq, dan
shadakah.
d.
Al-Wakalah
Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili
dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu seperti transfer, inkaso, dan
sebagainya.
e.
Al-Kafalah (Bank Garansi)
Kafalah ini digunakan untuk menjamin pembayaran suatu
kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan
sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima
dana tersebut dengan prinsip wadiah. Bank mendapat ganti biaya atas jasa
yang diberikan.
III.
JASA
PERBANKAN
1.
Al-Sharf
Sharf adalah perjanjian jual beli
suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli mata uang asing
dilakukan dengan mata uang asing (valuta asing) tidak sejenis misalnya rupiah
dengan dollar atau sebaliknya.
2.
Al-Ijarah
Jenis kegiatan ini antara lain menyewakan kotak
simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen
(custodion). Bank dapat imbalan sewa dari jasa-jasa tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keberadaan bank Syariah dalam sistem perbankan
Indonesia sebenarnya telah dikembangkan sejak tahun 1992 sejalan dengan
diberlakukannya Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan. Namun
demikian UU No.7/1992 belum memberikan landasan yang cukup kuat terhadap pengembangan
bank Syariah karena belum secara tegas mencantumkan kata Prinsip Syariah dalam
kegiatan usaha bank. Selain pengertian bank bagi hasil yang dimaksud dalam UU
tersebut belum mencakup secara tetap pengertian bank Syariah atau bank islam
yang memiliki cakupan yang lebih luas dari bagi hasil, demikian pula dengan
ketentuan operasional. Namun dengan adanya perubahan UU perbankan dari
No.7/1992 menjadi Undang undang perbankan No.,10 tahun 1998 maka landasan
hukum bank Syariah telah jelas dan kuat baik dari segi kelembagannya maupun
landasan operasionalnya.
B. SARAN DAN MASUKAN
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Kasmir, Bank dan Lembaga
Keuangan Lainya, Ed. Revisi-cet. 14.-Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Comments
Post a Comment